Logo

Back to Batavia

Search

Login

Pexels/Vlada Karpovich

Merasakan Sepak Terjang Wartawan Lewat Magang

Sejak awal kemunculannya, SNOOP, halaman anak muda bagi koran Batavia Pos telah memiliki program magang sebagai wartawan. Kegiatan yang ditujukan bagi pelajar SMA ini diharapkan mampu menumbuhkan minat di kalangan generasi muda untuk konsisten membuat konten berita yang apik.

“Selain itu, kami juga ingin membuat generasi muda paham akan cara kerja jurnalis secara langsung dan utuh,” ujar Rahman Arif Dwiyanto, Pemimpin Redaksi Batavia Pos.

Selama tiga bulan, para pelajar yang tergabung sebagai School Crew itu akan ikut berkontribusi terhadap konten SNOOP. Serangkaian proses diskusi di akhir pekan ikut mereka jalani agar SNOOP memiliki bahan untuk diterbitkan harian. Mereka juga dilibatkan untuk meliput momen-momen tertentu dengan pendampingan jurnalis-jurnalis muda paruh waktu yang tergabung sebagai Snooptroopers.

Btari Anandayu, salah seorang Snooptroopers yang bertugas sebagai reporter, mengisahkan pengalamannya saat masih menjadi School Crew.

“Seru banget. Kalau ke pensi biasanya kita yang bayar tiket, tapi dengan jadi School Crew malah kita yang dibayar karena bikin liputan. Ha-ha-ha. Udah gitu, di sekolah gue merasa keren karena jadi satu-satunya yang punya kesempatan ketemu sama banyak artis,” kenangnya.

Hal berbeda diungkapkan Kevindra Priawan, desainer grafis SNOOP. Meski tak pernah terjun langsung ke lapangan dan bertemu para figure publik, Kevin, panggilan cowok berkacamata itu, tetap merasa tak kalah keren.

“Ya, gimana, semua layout yang tayang di halaman, media sosial, sampai website SNOOP udah jadi urusan gue sejak masih School Crew. Nggak gampang lho bikin tampilan yang nyaman di mata, tapi tetap catchy dan engaging. Makanya kalau tahu orang-orang bisa menikmati konten SNOOP, gue ikut happy. Soalnya ada andil gue juga di situ,” ujarnya.

Auriga Antariksa, managing editor SNOOP, turut menyetujui pengakuan Kevin tersebut. “Tulisan dan hasil pikiran kita bisa sampai ke banyak orang aja tuh rasanya udah sesuatu banget. Apalagi kalau bisa sampai meng-influence dan dibicarakan. Sebagai yang mikirin konten sampai kepala berasap, itu tuh relieving banget.”

Mempelajari Cara Kerja Jurnalis

Mayra Olivia (18), siswi SMA Bina Paraduta, Jakarta, sebelumnya hanya bisa berandai-andai untuk bisa menjadi redaktur SNOOP. Pasalnya, dia telah melewatkan beberapa kali kesempatan magang hingga akhirnya bisa bergabung di tahun terakhir sekolahnya.

“Mikirin bahan aja udah pusing. Belum lagi menggalinya, mencari angle beritanya, menuangkannya ke dalam tulisan. Duh, kepikirannya bisa sampai tengah malam. Ini belum ngomongin dikejar tenggat sama editor, ya,” terang School Crew yang telah membaca SNOOP sejak belia itu.

Namun demikian, Mayra merasa senang karena bisa belajar banyak dari pengalaman magang ini. Bahwa menulis artikel tak cukup hanya dengan menempatkan diri sebagai penulis, tapi juga pembaca. Sehingga ia mampu membuat tulisan yang runut, lengkap, tapi tak bertele-tele.

Nikita Malahayati, School Crew lain yang kini duduk di kelas X, tak mau ketinggalan mengisahkan pengalaman magangnya. “Aku nggak bohong kalau ada banyak kesulitan selama magang. Kayak kecepatanku nulis, pemahamanku sama beragam isu, gimana aku catch up sama deadline, jujur itu bikin kagok banget. Tapi aku bersyukur Kak Rig (editor, red) dan Mas Naren (Chief Editor Snoop, red), sabar banget membimbing aku.”

Dari semua tantangan, pengalaman Leonard Gideon Sondakh alias Leo, tampaknya sedikit berbeda. School Crew yang memegang amanah sebagai fotografer itu mengaku proses turun ke lapangan yang hampir pasti dilakukannya selalu memberi hal baru.

“Gue ikut ke festival musik, iya. Konser K-pop, iya. Peluncuran film sampai buku, iya. Wawancara narasumber udah pasti. Semuanya berkesan buat gue, apalagi kalau ditambah kejadian-kejadian di lapangan. Mulai dari kejebak macet berjam-jam, gue harus turun di tengah jalan dan lari di tengah hujan biar nggak ditinggal narsum, kamera gue sempat nyaris dijambret, berhadapan sama narsum yang bete sampai nggak mau di foto, nggak dapat angle yang diharapkan, macam-macam, deh,” terangnya.

Selain kesan yang mendalam, ketiga School Crew itu pun merasa ada banyak kemampuan baru yang akhirnya mereka kuasai. Seperti time management, problem solving, hingga critical thinking.

“Sebagai pelajar kelas XII, kesulitan terbesarku ada di mengatur fokus kegiatan. Kapan harus nulis, kapan harus belajar. Asli, awalnya sulit. Tapi karena dukungan dan pengertian banyak pihak, semuanya jadi bisa berjalan sesuai seharusnya,” jelas Mayra.

Berakhirnya masa magang School Crew yang dulu sempat dikenal sebagai Creative Associate ini, turut menandai berakhirnya era keberlangsungan SNOOP setelah 20 tahun lebih menjadi bagian dari Batavia Pos. Seluruh redaktur merasa kehilangan, tapi mereka meyakini bahwa segala yang pernah mereka jalani di SNOOP akan menjadi bekal yang melekat pada diri masing-masing.

“Seperti yang sempat Mas Naren sampaikan, it’s just see you on the other side. Saat ini kita lagi ganti gerobak karena zaman telah menuntut kita agar lebih cepat, lebih muat banyak, lebih viral, dan lebih-lebih lainnya. Di manapun dan bagaimana pun kami nanti, izinkan kami bangga pernah jadi bagian dari Batavia Pos,” tutup Auriga. (c8/ren)

Share to

Komentar (0)