Logo

Back to Batavia

Search

Login

Pexels/Pavel Danilyuk

Paradoks Beasiswa

Tahun ini, kita merayakan Hardiknas yang secara ironis bertepatan dengan terkuaknya fakta mengenai bantuan beasiswa KIP-K yang tidak tepat sasaran di salah satu universitas negeri. Bagaimana bisa mahasiswa yang pelesiran ke luar negeri menerima beasiswa KIP-K? Bagaimana bisa mahasiswa selebgram langganan endorse, bahkan menjadi BA busana berjenama menerima beasiswa KIP-K? Bagaimana bisa mahasiswa yang mempunyai 100 juta Rupiah di rekening tabungannya menerima beasiswa KIP-K?

Selama ini, saya mengira salah satu syarat menjadi penerima beasiswa pemerintah adalah berasal dari keluarga kurang mampu finansial. Namun, keadaannya, sekolah saya terdahulu bahkan tidak tersentuh sosialisasi beasiswa tersebut. 

Sebagai pelajar yang hanya mampu memperoleh wader krispi sebagai lauk sehari-hari, saya kecewa mendengar berita tersebut. Saya, dan ribuan pelajar kurang mampu finansial lainnya, jauh lebih membutuhkan beasiswa tersebut. Mengapa praktik di lapangan justru jadi seperti ini? 

Siapa yang salah dalam perkara ini? Apakah para penerima beasiswa tersebut?

Di mata saya, sah-sah saja semua pelajar mau mendaftar KIP-K. Siapa sih yang tidak suka beasiswa? Hanya saja, beasiswa ini (seharusnya, seperti yang tercantum pada prasyarat) tidak ditujukan untuk “si mampu”. Saya jadi bertanya-tanya, dokumen seperti apa yang mereka cantumkan saat pemberkasan sehingga mereka dinilai layak untuk menerima bantuan KIP-K?

Terlepas dari itu, mereka tidak akan menerima KIP-K jika bukan Dinas Pendidikan yang meloloskan. Saya tidak ingin menduga-duga mengenai mengapa-nya. Namun, kejadian ini sudah membuktikan bahwa ada yang salah dengan saringan yang digunakan Dinas Pendidikan untuk proses seleksi penerima KIP-K. Ada “robekan” pada saringan tersebut sehingga beberapa pendaftar bisa lolos melalui celah itu. Kebocoran yang barangkali baru disadari setelah kasus ini mencuat.

Masih dalam semangat Hardiknas, saya harap tidak hanya semangat belajar siswa saja yang menyala. Para penyelenggara pendidikan di negara ini juga perlu berbenah, dan dalam hal ini, yang saya tekankan adalah proses seleksi penerimaan beasiswa. Perlu adanya pengawasan ketat di lapangan terhadap calon penerima beasiswa, agar status kurang mampu finansial yang tertera pada berkas dapat dikonfirmasi kebenarannya. Sehingga, dana bantuan KIP-K yang jumlahnya tidak sedikit ini sampai kepada anak-anak yang memang memerlukan.

Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Srikandi Trisnasari, XI A1 SMA Yayasan Bani Bastari. (rig)

Share to

Komentar (0)